RENSINGBAT.DESA.ID_Musyawarah Desa adalah musyawarah antara Badan Permusyawaratan Desa, Pemerintah Desa, dan unsur masyarakat yang diselenggarakan oleh Badan Permusyawaratan Desa (BPD) untuk menyepakati hal yang bersifat strategis dalam penyelenggaraan Pemerintahan desa.

Demokrasi dapat berjalan dengan baik jika semua warga baik secara langsung ataupun perwakilan dapat menyuarakan aspirasinya, ikut terlibat dan berpartisipasi dalam mempengaruhi dan bahkan mengontrol jalannya penyelenggaraan pemerintahan.

Untuk itulah Musyawarah desa sebagai mekanisme pelembagaan demokrasi desa harus diorientasikan agar mampu memberi akses dan mengakomodasi semua unsur masyarakat, khususnya mereka yang selama ini masuk dalam kategori kelompok rentan.

Siapa saja yang dapat diidentifikasi sebagai kelompok rentan di dalam masyarakat itu? Mereka yang masuk kelompok rentan diantaranya adalah, kaum perempuan miskin, kaum difabel, lansia, anak dan sejenisnya.

Musyawarah desa harus mampu menghadirkan suara-suara mereka. Kehadiran kelompok rentan dalam Musyawarah desa tentu akan memberikan bobot legitimasi yang lebih kuat dan berkualitas terhadap Musyawarah desa. Karena, kehadiran mereka dan aspirasi yang disampaikan akan memperdalam rumusan penyelesaikan atas permasalahan yang dihadapi dan menjadi tantangan Pemerintah desa.

Untuk menghadirkan kelompok rentan dalam musyawarah desa atau musyawarah desa memang tidak mudah. Ada sejumlah kendala yang biasanya dihadapi ketika akan melibatkan kelompok rentan dalam proses perencanaan pembangunan maupun dalam tata kelola pemerintahan selama ini.

Pertama, soal waktu. Sebagian besar waktu yang dimiliki kelompok rentan (terutama yang miskin) biasanya dihabiskan untuk bekerja mencari nafkah. Sehingga sulit bagi mereka untuk meluangkan waktunya ikut serta dalam kegiatan-kegiatan formal di desa.

Kedua, secara budaya, kelompok rentan biasanya malu untuk tampil di public. “Kekurangan” yang mereka miliki merupakan hambatan tersendiri sehingga mereka terkadang enggan hadir dalam acara-acara formal yang diselenggarakan pemerintahan desa.

Ketiga, persoalan struktural. Kelompok rentan ini memang sengaja disingkirkan oleh pemerintah dan kelompok lain yang ada di desa, sehingga mereka tidak memiliki akses untuk bisa terlibat dalam pengambilan keputusan strategis di desa.

Merujuk pada UU Desa, dimana Musyawarah desa harus melibatkan seluruh unsur masyarakat desa, maka ketiga persoalan tersebut selayaknya tidak terjadi lagi. Kelompok rentan harus mendapatkan ruang untuk menyuarakan persoalan dan aspirasinya. Persoalan yang mereka hadapi semestinya bisa dikonversi menjadi persoalan bersama dan ditanggung sebagai beban bersama warga desa.

Panitia penyelenggara Musyawarah desa, khususnya BPD harus bekerja keras untuk dapat menghadirkan mereka sebagai peserta Musyawarah. Untuk itu ada beberapa hal yang penting diperhatikan untuk menjawab 3 tantangan di atas.

  1. Secara teknis waktu pelaksanaan Musdes sebisa mungkin tidak bersamaan dengan waktu mencari nafkah yang sudah menjadi kebiasaan masyarakat desa. Hal ini terlihat teknis semata, namun pilihan atas waktu bisa berakibat tidak bisanya kelompok rentan mengikuti Musyawarah desa.
  2. Panitia penyelenggara harus memberikan keyakinan kepada unsur masyarakat yang masuk kategori kelompok rentan hadir dalam Musyawarah desa. Panitia penting memberikan motiviasi, mendorong rasa percaya diri mereka untuk hadir dan mengemukakan pendapatnya dalam forum Musyawarah desa. Panitia mesti bisa menyakinkan bahwa Musyawarah desa yang diselenggarakan di bawah payung UU Desa sekarang adalah forum yang sangat penting dalam menentukan arah pembangunan desa.

Yakinkan, usulan dan cerita tentang kehidupan yang selama ini mereka alami akan membuat kualitas Musyawarah desa dan dokumen-dokumen perencanaan pembangunan desa menjadi lebih berbobot.

  1. Panitia tidak boleh menjadikan Musyawarah desa sebagai forum yang sifatnya rahasia. Bangunan demokrasi yang didorong melalui Musyawarah desa adalah forum dialog, diskusi, dan bincang-bincang yang melibatkan seluruh unsur masyarakat desa. Karena kelompok rentan adalah salah satu unsur di masyarakat yang selama ini memiliki hambatan dalam mengakses program pembangunan di desa, sudah selayaknya panitia memprioritaskan mereka untuk hadir dan bisa menyuarakan aspirasinya dalam Musyawarah.

Pendek kata, dalam melibatkan kelompok rentan dalam Musyawarah desa panitia tidak bisa hanya melakukan hal-hal yang sudah biasa atau hal-hal yang sifatnya konvensional. Perlu ada terobosan-terobosan serta inovasi agar kelompok rentan mendapatkan akses untuk ikur serta dalam Musyawarah desa.

Sumber : https://risehtunong.blogspot.co.id