RENSINGBAT.DESA.ID_Dua buah Film Dokumenter buah karya anak muda Rensing Bat pada lomba film dokumenter Pahlawan Nasional tingkat Kabupaten Lombok Timur di lombakan. Dua film dokumenter tersebut adalah, “Anjum Nahdlatul Wathan” yang di Produksi oleh Frame Nine Film menjadi yang terbaik I sedangkan film dokumenter yang kedua menjadi terbaik III berjudul “Gedeng Perjuangan” yang juga karya Pemuda Rensing Bat. Film tersebut mengalahkan 6 pesaingnya yang di umumkan pada 14 September 2019 setelah menunggu selama 2 bulan sejak pengumpulan karya ke panitia lomba 27 Juli lalu.

Pengumuman hasil penilaian sekaligus penerimaan hadiah di gelar di Aula Universitas Hamzanwadi Pancor, Lomba di gelar dalam rangka mengenang Pahlawan Nasional khususnya pahlawan nasional TG.KH.M. Zainuddin Abdul Majid yang baru-baru ini telah di berikan gelar pahlawan oleh Presiden Joko Widodo di Istana negara Jakarta.

Dari Hasil penilaian, Tim penilai sangat kagum dengan karya-karya yang di hasilkan para pemuda yang tergabung dalam Frame Nine Film dan Rensing Bat Film sebagai dua buah wadah tempat memperoduksi film, Dengan peralatan seadanya namun mampu menghasilkan karya yang cukup baik.

Eko Wahono salah seorang tim penilai dalam kutipan hasil penilaiannya menuliskan, “Saya cukup kagum dengan teknik garapan materi film ini. Film ini benar-benar mendedah diksi Anjum ke dalam bentuk visual secara lembut dan terinci. Mulai dari opening yang digarap dengan teknik sinematografi yang cukup rapi. Lalu dengan menggunakan tools drone yang menciptakan keluasan dalam menterjemahkan teks NW secara kelembagaan. Tidak semua kreator punya kesabaran dalam memilih waktu dan stock gambar untuk dijadikan pembuka yang kompleks dan utuh”.

Selanjutnya Eko menambahkan, Setiap stockshoot yang dihadirkan sangat membantu apresian untuk menikmati karya ini. ditambah unsur ilustrasi musik yang digarap cukup detail. Secara umum, saya cukup menikmati suguhan materi ini. Saya menunggu karya berikut dari para kreator untuk tidak sekedar terjebak dalam formalitas sebuah lomba atau festival film dokumenter. Tetapi lebih dari itu, menciptakan satu bentuk iklim literasi film dokumenter, Tegasnya.

Film dokumenter berikutnya berjudul “Gedeng Perjuangan”. Menurut R. Eko, Secara teks, kata Gedeng dan Perjuangan memiliki anatomi yang menimbulkan asosiasi tersendiri bagi saya. Saya baru paham manakala saya menikmati film ini dari menit awal hingga akhir. Oleh narasumber, gedeng dimaksud sebagai tempat berkumpul atau markas perjuangan para ulama yang datang baik dari Mekah, Mesir dan juga ulama yang berdomisili di sekitar tempat itu. Gedeng digunakan untuk membicarakan kemajuan atau perkembangan agama hingga hal-hal umum lainnya.

“Di awal film, ada semacam suspense yang dibangun melalui slogan para santri. Saya kurang begitu paham dengan pemunculan materi itu. Mungkin untuk membangun suasana gedeng yang dimaksud. Namun, sepemahaman saya gedeng yang dimaksud justru memiliki nilai yang jauh lebih besar dari sekedar makna slogan tersebut. Karena pada penjelasan itu, gedeng tersebut bukan saja sebagai tempat berkumpulnya para ulama besar namun menjadi ikon betapa seorang Maulana Syekh yang begitu kesohor dan kaya raya itu, hanya mau tinggal ditempat yang begitu sederhana. Justru, saya membayangkan sebentuk asosiasi lain semisal napak tilas para pemuka agama besar itu yang mendatangi tempat yang begitu bersahaja. Dan, tempat yang sederhana itu terletak jauh dari ibukota Mataram. Namun, para ulama besar itu tidak melihat tempat atau jarak, melainkan aura dari sebuah gedeng yang terletak di ujung timur pulau Lombok. Secara umum, film dokumenter ini cukup jelas menyampaikan pesan serta nilai yang ingin disampaikan pada judul Gedeng Perjuangan, Terangnya.

Film Dekomenter adalah merupakan Film yang medokumentasikan tentang cerita nyata yang dilakukan dilokasi yang sebenarnya yang kebanyakan menggunakan efek realitas dan penggunaan camera sesuai tempat terjadinya suatu peristiwa. Kata dokumenter sendiri pertama kali digunakan pada tahun 1926 di sebuah resensi film yang berjudul Moana.